Banda Aceh,(Analisa).
Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), H Badruzzaman, SH mengungkapkan,
masyarakat Aceh perlu membuat kajian sejarah menyangkut kapan masyarakat
Aceh hijrah ke Malaysia sehingga kini di Malaysia kini ada kampung yang
seluruhnya dihuni keturunan Aceh.
Hal ini perlu dilakukan agar generasi Aceh baik yang ada di Aceh maupun di
Malaysia bisa mengetahui secara detail sejarah tersebut dan tidak hilang
ditelan zaman seiring kemajuan dunia saat ini.
"Perlu dibuat jembatan sejarah antara Aceh dan Malaysia," ujar Badruzzaman dalam sambutannya dalam silaturahmi antara komponen adat Aceh dengan 40-an masyarakat keturunan Aceh dari Kampung Yan, Keudah Malaysia, Selasa (11/12) malam di kediaman H Harun Keuchik Leumiek di Simpang Surabaya Banda Aceh.
Dikatakan, dengan terjalinnya silaturahmi yang kuat antara masyarakat Aceh dan masyarakat Kampung Yan, khasanah Melayu raya tetap bisa dijaga. Ini bukan hanya berdampak positif bagi Aceh dan Kampung Yan, namun juga antara Indonesia dan Malaysia.
Badruzzaman juga mengungkapkan, Aceh beruntung memiliki H Harun Keuchik Leumiek (HKL) yang dengan sukarela menyimpan dan melestarikan benda-benda bersejarah Aceh tempo dulu. Dengan begitu warisan sejarah dan budaya Aceh bisa terselamatkan.
Tentunya ini juga sangat bermanfaat bagi masyarakat keturunan Aceh yang ada di Kampung Yan atau Malaysia secara umum.
Sebab, jika generasi muda Aceh yang ingin mengetahui sejarah dan barang-barang yang digunakan orang tua Aceh tempo dulu di Aceh bisa dilihat di museum mini milik HKL.
"Apa yang disimpan dan dilestarikan HKL merupakan aset yang sangat berharga bagi Aceh dan Indonesia sehingga sejarah dan budaya kita masih tetap terjaga meski saat ini mulai terkikis oleh zaman," ujar Badruzzaman.
Lepas rindu
Sementara, ketua rombongan masyarakat Kampung Yan, H Aburrahman, mengungkapkan, kedatangan mereka ke Aceh sedikit banyak telah mampu melepas rasa rindu keturunan Aceh yang kini menetap di Kampung Yan, Keudah.
"Ada dari anggota rombongan ini sama sekali belum pernah menginjak tanah leluhurnya dan baru kali ini, kami sungguh terharu," ujarnya sambil menambahkan, apalagi, kehadirannya ke Aceh dijamu oleh HKL layaknya menyambut saudara yang lama tak bersua.
Menurut Abdurrahman, dulu masyarakat Aceh ada yang menetap dan membuat perkampungan di tiga daerah di Malaysia saat hijrah pada akhir 1800-an. Mereka mendirikan kampung dengan nama Meurbok, Riwat dan Yan.
Namun, di tengah perjalanan, dua kampung yaitu Meurbok dan Riwat tak ada lagi. Yang tersisa hanya nama kampung dan makam para pendahulu Aceh yang hijrah ke Malaysia. Selain itu juga Kampung Yan yang asalnya dari keturunan ulama Abu Indrapuri, Aceh Besar.
"Makanya, saat kami bisa menginjakkan kaki di tanah leluhur, kami sangat terharu dan sedikit mengobati rindu yang begitu mendalam," ujar Abdurrahman dalam bahasa Aceh yang masih fasih namun dengan logat Malaysia.
Mendapat kunjungan 43 warga Kampung Yan ke kediamananya, HKL mengaku sangat senang sebab ini merupakan jalinan silaturahmi yang tak lekang dan terputus begitu saja.
Apalagi, sekitar tiga pekan lalu, HKL bersama rommbongan MAA juga berkunjung ke Kampung Yan.
"Kita ini bersaudara, makanya jalinan silaturahmi tidak boleh terputus hanya karena jarak yang jauh," ujar Harun Keuchik Leumiek. (irn)
"Perlu dibuat jembatan sejarah antara Aceh dan Malaysia," ujar Badruzzaman dalam sambutannya dalam silaturahmi antara komponen adat Aceh dengan 40-an masyarakat keturunan Aceh dari Kampung Yan, Keudah Malaysia, Selasa (11/12) malam di kediaman H Harun Keuchik Leumiek di Simpang Surabaya Banda Aceh.
Dikatakan, dengan terjalinnya silaturahmi yang kuat antara masyarakat Aceh dan masyarakat Kampung Yan, khasanah Melayu raya tetap bisa dijaga. Ini bukan hanya berdampak positif bagi Aceh dan Kampung Yan, namun juga antara Indonesia dan Malaysia.
Badruzzaman juga mengungkapkan, Aceh beruntung memiliki H Harun Keuchik Leumiek (HKL) yang dengan sukarela menyimpan dan melestarikan benda-benda bersejarah Aceh tempo dulu. Dengan begitu warisan sejarah dan budaya Aceh bisa terselamatkan.
Tentunya ini juga sangat bermanfaat bagi masyarakat keturunan Aceh yang ada di Kampung Yan atau Malaysia secara umum.
Sebab, jika generasi muda Aceh yang ingin mengetahui sejarah dan barang-barang yang digunakan orang tua Aceh tempo dulu di Aceh bisa dilihat di museum mini milik HKL.
"Apa yang disimpan dan dilestarikan HKL merupakan aset yang sangat berharga bagi Aceh dan Indonesia sehingga sejarah dan budaya kita masih tetap terjaga meski saat ini mulai terkikis oleh zaman," ujar Badruzzaman.
Lepas rindu
Sementara, ketua rombongan masyarakat Kampung Yan, H Aburrahman, mengungkapkan, kedatangan mereka ke Aceh sedikit banyak telah mampu melepas rasa rindu keturunan Aceh yang kini menetap di Kampung Yan, Keudah.
"Ada dari anggota rombongan ini sama sekali belum pernah menginjak tanah leluhurnya dan baru kali ini, kami sungguh terharu," ujarnya sambil menambahkan, apalagi, kehadirannya ke Aceh dijamu oleh HKL layaknya menyambut saudara yang lama tak bersua.
Menurut Abdurrahman, dulu masyarakat Aceh ada yang menetap dan membuat perkampungan di tiga daerah di Malaysia saat hijrah pada akhir 1800-an. Mereka mendirikan kampung dengan nama Meurbok, Riwat dan Yan.
Namun, di tengah perjalanan, dua kampung yaitu Meurbok dan Riwat tak ada lagi. Yang tersisa hanya nama kampung dan makam para pendahulu Aceh yang hijrah ke Malaysia. Selain itu juga Kampung Yan yang asalnya dari keturunan ulama Abu Indrapuri, Aceh Besar.
"Makanya, saat kami bisa menginjakkan kaki di tanah leluhur, kami sangat terharu dan sedikit mengobati rindu yang begitu mendalam," ujar Abdurrahman dalam bahasa Aceh yang masih fasih namun dengan logat Malaysia.
Mendapat kunjungan 43 warga Kampung Yan ke kediamananya, HKL mengaku sangat senang sebab ini merupakan jalinan silaturahmi yang tak lekang dan terputus begitu saja.
Apalagi, sekitar tiga pekan lalu, HKL bersama rommbongan MAA juga berkunjung ke Kampung Yan.
"Kita ini bersaudara, makanya jalinan silaturahmi tidak boleh terputus hanya karena jarak yang jauh," ujar Harun Keuchik Leumiek. (irn)
0 komentar:
Post a Comment