Nice

  • Latest News

    Sunday, January 13, 2013

    SUMBER DAN DALIL HUKUM ISLAM

    SUMBER DAN DALIL HUKUM ISLAM
    SUMBER DAN DALIL HUKUM ISLAM

             1.      Pengertian Sumber dan Dalil
                Secara etimologi ( bahasa) sumber berarti asal[1] dari segala sesuatu atau tempat merujuk sesuatu. Adapun secara terminologi ( istilah ) dalam ilmu ushul, sumber diartikan sebagai rujukan yang pokok atau utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu berupa Alquran dan Al-Sunnah[2].
    Dalil, secara bahasa artinya petunjuk pada sesuatu baik yang bersifat material maupun yang bersifat nonmaterial. Sedangkan menurut Istilah, suatu petunjuk yang dijadikan landasan berfikir yang benar dalam memperoleh hukum syara' yang bersifat praktis, baik yang kedudukannya qath'i ( pasti ) atau Dhani (relatif).
    a.       Dalil Ditinjau Dari Asalnya
    Ditinjau dari asalnya, dalil ada dua macam: 1.Dalil Naqli yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash langsung, yaitu Alquran dan al-Sunnah. 2.Dalil aqli, yaitu dalil - dalil yang berasal bukan dari nash langsung, akan tetapi dengan menggunakan akal pikiran, yaitu Ijtihad. Bila direnungkan, dalam fiqih dalil akal itu bukanlah dalil yang lepas sama sekali dari Alquran dan al-Sunnah, tetapi prinsif-prinsif umumnya terdapat dalam Alquran dan Al-Sunnah.
    b.      Dalil Ditinjau Dari Ruang Lingkupnya
    Dalil ditinjau dari ruang lingkupnya ada dua macam, yaitu: 1. Dalil Kully yaitu dalil yang mencakup banyak satuan hukum. Dalil Kulli ini adakalaya berupa ayat Alquran, dan berupa hadits, juga adakalanya berupa Qaidah-qaidah Kully. 2. Dalil Juz'i, atau Tafsili yaitu dalil yang menunjukan kepada satu persoalan dan satu hukum tertentu, seperti Ayat ini disebut dalil Juz'i, karena hanya menunjukan kepada perbuatan puasa saja.
    c.       Dalil Ditinjau  Dari Kekuatannya
    Dalil ditinjau dari daya kekuatannya ada dua, yaitu Dalil Qath'i dan dalil Dhanni.1. Dalil Qath'i, Dalil Qath'i ini terbagi kepada dua macam, yaitu :a. Dalil Qath'i al-Wurud, yaitu dalil yang meyakinkan bahwa datangnya dari Allah ( Alquran) atau dari Rasulullah ( Hadits Mutawatir). Alquran seluruhnya Qath'i wurudnya, dan tidak semua hadits qath'i wurudnya.b. DalilQath'i Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan kata-katanya menunjukan arti dan maksud tertentu dengan tegas dan jelas sehingga tidak mungkin dipahamkan lain.2.DalilDhanni. Dalil Dhanni, terbagi kepada dua macam pula yaitu: Dhanni al-Wurud dan Dhanni al-Dalalah. a.Dhanni al-Wurud, yaitu dalil yang memberi kesan yang kuat atau sangkaan yang kuat bahwa datangnya dari Nabi saw. Tidak ada ayat Alquran yang dhanni wurud, adapun hadits ada yang dhanni wurudnya yaitu hadits ahad.b.Dhanni al-Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan kata-katanya memberi kemungkinan - kemungkinan arti dan maksud lebih dari satu. Tidak menunjukan kepada satu arti dan maksud tertentu[3].
    2.      Pengertian Hukum
                Para ahli ushul menta'rifkan hukum dengan : Perintah / firman Allah Swt yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik berupa tuntutan ( perintah dan larangan), atau pilihan (kebolehan ) atau wadh'i (menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat dan penghalang bagi seseatu hukum ) Dari definisi di atas menunjukan, bahwa yang menetapkan hukum itu adalah Allah Swt. Hanya Allah hakim yang maha tinggi dan maha kuasa. Rasulullah penyampai hukum-hukum Allah kepada manusia. Oleh karena Allah yang menetapkan hukum, maka sumber hukum yang pertama dan paling utama adalah wahyu Allah yaitu Alquran, kemudian sunnah Rasul sebagai sumber hukum yang ke dua, dan sumber hukum yang ke tiga adalah Ijtihad[4].
    3.      Urutan Sumber Hukum
    A.    Sumber dan Dan Dalil Yang Disepakati
    1.      Al-qur’an
    a.      Pengertian Al-qur’an
                Al-qur’an di dalam kajian Ushul Fiqh merupakan objek pertama dan utama pada kegiatan penelitian dalammemecahkan suatu hukum.Al-qur’an berarti “bacaan” dan menurut istilah Ushul Fiqh berarti “kalam (perkataan) Allah yang diturunkan-Nya dengan perantaraan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.dengan bahasa Arab serta dianggap ibadah dengan membacanya.[5]
    b.      Hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an
    Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup secara umum mengandung tiga ajaran pokok:
    1.      Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan akidah (keimanan) yang membicarakan hal-hal yang wajib diyakini, seperti masalah tauhid, masalah kenabian, mengenai kitabnya, Malaikat, hari kemudian dan sebaginya yang berhubungan dengan doktrin akidah.
    2.      Ajaran-ajaran yang berhububgan dengan Akhlak, yaitu hal-hal yang harus dijadikan perhiasan diri oelh setiap mukallaf berupa sifat-sifat keutamaan dan menghindarkan diri dari hal-hal yang membawa kepada kehinaan (doktrin akhlak).
    3.      Hukum-hukum amaliyah, yaitu ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan amal perbuatan mukallaf (doktrin Sayari’ah/fiqh). Dari hukum-hukum amaliyah inilah timbul dan berkembnagnya ilmu fikih. Hukum-hukum amaliyah dalam al-Qur’an terdiri dari dua caban, yaitu hukum ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan hukum muamalah yang berhubungan manusia dengan sesamanya[6].

    2.      Sunnah
    a.       Pengertian Sunnah
                Kata sunnahsecara bahasa berarti “prilaku seseorang tertentu, baik prilaku yang baik atau prilaku yang buruk”[7]. Dalam pengertian inilah dipahami kata sunnah dalam sebuah hadis Rasulullah :
    عن المنذر بن جرير عن أبيه عن النبى صلى الله عليه و سلم قال من سن فى الإسلام سنة حسنة فعمل بها بعده كتب له مثل أجر من عمل بها ولا ينقص من أجورهم شيئ ومن سن فى الإسلام سنة سيئة فعمل بها بعده كتب عليه مثل وزر من عمل بها و لا ينقص من أوزارهم شيئ {رواه مسلم}
    Dari al-Munzir bin Jarir, dari bapaknya, dari Nabi SAW. bersabda : barangsiapa yang melakukan perilaku(sunnah) yang baik dalam Islam ini, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang menirunya dan sedikitpun tidak dikurangi, dan barangsiapa yang melakukan perilaku (sunnah) yang buruk dalam Islam, makaia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang menirunya dan tidak dikurangi sedikitpun. (HR.Muslim)

    Menurut istilah Ushul Fiqh, Sunnah Raasulullah, seperti yang dikemukakan  oleh Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib (Guru Besar Hadis Universitas Damaskus), berarti segala perilaku Rasulullah yang berhubungan dengan hukum, baik berupa ucapan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’iliyah), atau pengakuan (sunnah taqririyah).
    b.      Dalil Keabsahan Sunnah Sebagai Sumber Hukum
    Al-Qur’an memerintahkan kaum muslimin untuk menaati Rasulullah seperti tersebut dalam ayat :
    Artinya:
    Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
    c.       Pembagian Sunnah
    Sunnah atau Hadis dari segi sanadnya atau periwayatannya dalam kajian ushul fiqh dapat dibagi kepada dua macam, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad.
    Hadis Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah Oleh sekelompok perawi yang menurut kebiasaan individu-individunya jauh dari kemungkinan bohong, karena banyak jumlah mereka dan diketahui sifat masing-masing mereka yang jujur serta berjauhan tempat antara yang stu dengan yang lain. Dari kelompok ini  diriwayatkan pula selanjutnya oleh kelompok berikutnya yang jumlahnya tidak kurang dari kelompok pertama, dan begitulah selanjutnya sampai dibukukan oleh pentadwin Hadis. Dan pada masing-masing tingkatan itu sama sekali tidak ada kecurigaan bahwa mereka akan berbuat kebohongan atas Rasulullah.
    Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh seseorang atau lebih tetapi tidak sampai kebatas tingkatan Hadis mutawatir. Hadis ahad terbagi kepada tiga macam :
    Pertama, hadis masyhur yaitu hadis yang pada masa sahabat diriwayatkan oleh tiga orang perawi, tetapi kemudian pada masa tabi’in dan seterusnya hadis itu menjadi mutawatir dilihat dari segi jumlah perawinya.
    Kedua, hadis ‘aziz yaitu hadis yang pada masa periode diriwayatkan oleh dua orang meskipun pada periode-periode yang lain diriwayatkan oleh orang banyak.
    Ketiga, hadis gharib yaitu hadis yang diriwayatkan oleh perorangan pada setiap periode sampai hadis itu dibukukan[8].
    d.      Fungsi Sunnah Terhadap Ayat-ayat Hukum
    Secara umum fungsi sunnah adalah sebagai bayan (penjelasan) atau tabyin seprti ditunjukkan oleh ayat 44 surat al-Nahl:
    Artinya:keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,
    Ada beberapa fungsi sunnah terhadap al-Qur’an:
    1.      Menjelaskan isi al-Qur’an, antara lain dengan merinci ayat-ayat global.
    2.      Membuat aturan tambahan yang bersifat teknis atas sesuatu keawjiban yang disebutkan pokok-pokoknya didalam al-Qur’an..
    3.      Menetapkan hukum yang belum disinggung dalam al-Qur’an[9].

    3.      Ijma’
    a.       Pengertian Ijma’
    Kata Ijma’ secara bahasa berarti “kebetulan tekad terhadap sesuatu persoalan” atau “kesepakatan tentang suatu masalah”. Menurut istilah Ushul Fiqh, seperti dikemukakan ‘Abdul-Karim Zaidan, adalah “kesepakan para mujtahid dari kalangan umat islam tentang hukum syara’ pada satu masa setelah Rasulullah”.
    Menurut Muhammad Abu Zahrah, para Ulama sepakat bahwa ijma’ adalah sah dijadikan sebagai dalil hukum. Sungguhpun demikian, mereka berbeda pendapat mengenai jumlah pelaku kesepakatan sehingga dapat dianggap ijma’ yang mengikat umat islam[10].
    b.      Dalil Keabsahan Ijma’
    Para Ulama Ushul Fiqh mendasarkan kesimpulan mereka bahwa ijma’ adalah sah dijadikan sebagai landasan hukum kepada berbagai argumentasi, antara lain: surat an-Nisa’ ayat 115 :
    Artinya: dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
    c.       Landasan (sanad) Ijma’
    Ijma’ baru dapat diakui sebagai dalil atau landasan hukum bilamana dalam pembentukannya mempunyai landasan Syara’ yang disebut sanad (landasan) syara’.Para Ulama Ushul Fiqh sepakat atas keabsahan al-Qur’an dan Sunnah sebagai landasan ijma’.Contoh  ijma’ yang dilandaskan atas al-Qur’an adalah kesepakatan para ulama atas keharaman menikahi nenek dan cucu perempuan. Kesepakan tersebut dilandaskan atas Ayat 23 surat an-nisa’[11].
    d.      Macam-macam Ijma’
    Menurut Abdul-Karim Zaidan , ijma’ tebagi kepada dua, yaitu ijma’ sarih (tegas) dan ijma’ sukuti (persetujuan yang diketahui lewatnya diam sebagian ulama).
    Ijma’ sarih adalah kesepakatan tegas dari para mujtahid dimana masing-masing mujtahid menyatakan persetujuannya secara tegas terhadap kesimpulan itu. Sedangkan ijma’ sukuti adalah bahwa sebagian ulama mujtahid menyatakan pendapatnya, sedangkan ulam mujtahid lainya hanya diam tampa komentar[12].
    4.      Qiyas
    a.       Pengertian Qiyas
    Dalil keempat yang disepakati adalah qiyas atau analog. Qiyas menurut bahasa berarti mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk diketahui adanya persamaan antara keduanya”. Menurut istilah Ushul Fiqh seperti yang dikemukakan oleh Wahbah az-Zuhaili adalah: menghubungkan (menyamakan hukum) sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya dengan sesuatu yang ada ketentuan hukumnya karena ada persamaan ‘llat antara keduanya.
    b.      Dalil Keabsahan Qiyas Sebagai Landasan Hukum
    Para ulama Ushul Fiqh menganggap qiyas secara sah dapat dijadikan sebagai dalil hukum denga berbagai argumentasi[13], antara lain: surat an-Nisa’ ayat 59:
    Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.




    [1] Kamus Besar Bahasa Indonesia Off Line v 1.3

    [2]file.upi.edu/Direktori/FPBS/.../SUMBER_HUKUM.pdffile.upi.edu/Direktori/FPBS/.../SUMBER_HUKUM.pdf
    [3]Ibid.tth.
    [4]Ibid. tth…

    [5]  Satria Efendi, Sumber dan Dalil Hukum Islam. Tth. Hal.78
    [6]Ibid,hal.92

    [7]Ibid, hal. 112
    [8]Satria Efendi, Sumber dan Dalil Hukum Islam. Tth. Hal. 117

    [9]Satria Efendi, Sumber dan Dalil Hukum Islam. Tth. Hal. 122

    [10]Ibid, Hal. 125
    [11]Ibid, Hal. 127

    [12]Ibid, Hal. 129
    [13]Ibid, Hal. 130
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: SUMBER DAN DALIL HUKUM ISLAM Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top