Makalah Fungsi Peradilan Di Indonesia
Bagi sahabat yang lagi mencari makalah yang dibebankan oleh Universitas maka disiini anda bisa mendapatkannya, dengan tag pencarian "Makalah Peradilan, Peradilan Di Indonesia, Peradilan Agama di Indonesia, Sistem Peradilan, Peradilan Agama, Peradilan Negeri, Peradilan BUMN, PA, Mahkamah Kontitusi, Makalah Dakwah, Makalah Pendidikan Agama Islam, Makalah Syariah, Makalah Pendidikan Umum. dan lain-lain.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh lembaga-lembaga negara yang saling berhubungan satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan dalam mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan negara sesuai dengan kedudukan, peran, kewenangan dan tanggung jawabnya masing-masing.
Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur tentang alat perlengkapan negara (lembaga-lembaga negara), adalah dalam rangka mengadakan pembatasan kekuasaan yang dipegang oleh suatu badan untuk menuju cita-cita bangsa Indonesia.
Sebuah Negara akan terlihat damai apabila proses perjalanan peradilan yang ada dinegara tersebut berjalan sesuai dengan yang di harapkan oleh masyarakat. Peranan sebuah peradilan sangat mempengaruhi terhadap kemajuan sebuah Negara.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Peran dan fungsi peran di Indonesia setelah amandemen.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Peran dan fungsi peran di Indonesia setelah amandemen.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran Peradilan di Indonesia
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar pasca Amandemen).
Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung RI, Badan-badan peradilan lain di bawah Mahkamah Agung (Peradilan Umum, PTUN, Peradilan Militer, Peradilan Agama) serta Mahkamah Konstitusi (Pasal 24 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945).
Penyelenggaraan kekuasaan Kehakiman tersebut diserahkan kepada badan-badan peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya).(Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2))
Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya (Pasal 2 UU No.2 Tahun 1984). Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama (Pasal 50 UU No.2 Tahun 1986)
Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum kepada instansi pemerntah di daerahnya apabila diminta (Pasal 52 UU No.2 Tahun 1986). Selain menjalankan tugas pokok, pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan Undang-Undang.
1. Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Negeri dibentuk oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Mahkamah Agung yang mempunyai kekuasaan hukum pengadilan meliputi satu kabupaten/ kota. Dengan adanya perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004, maka pembentukan Pengadilan Umum beserta fungsi dan kewenangannya ada pada Mahkamah Agung.
Fungsi pengadilan Tingkat Pertama adalah memeriksa tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan dengan menyebutkan alasan-alasannya. Tugas dan wewenang pengadilan negeri adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Hal lain yang menjadi tugas dan kewenangannya, antara lain :
1. Menyatakan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan, atau penghentian tuntutan.
2. Tentang ganti kerugian dan/ atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyelidikan atau penuntutan.
3. Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada instansi pemerintah di daerahnya, apabila diminta.
4. Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita di daerah hukumnya.
5. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
6. Memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan yang dipandang perlu dengan tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
7. Melakukan pengawasan atas pekerjaan notaris di daerah hukumnya, dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung, dan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi jabatan notaris.
Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut, kecuali terhadap tindak pidana yang pemeriksaannya harus didahulukan, yaitu:
1. Korupsi,
2. Terorisme
3. Narkotika/ psikotropika
4. Pencucian uang, dan
5. Perkara tindak pidana lainnya yang ditentukan oleh undang-undang dan perkara yang terdakwanya berada di dalam Rumah Tahanan Negara.
2. Pengadilan Tingkat Kedua
Pengadilan Tingkat Kedua disebut juga Pengadilan Tinggi yang dibentuk dengan undang-undang. Daerah hukum Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi, disebut juga sebagai Pengadilan Tingkat Banding.
Fungsi Pengadilan Tingkat Kedua adalah :
1. Menjadi pemimpin bagi pengadilan-pengadilan Negeri di dalam daerah hukumnya
2. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam daerah hukum dan menjaga supaya peradilan itu diselesaikan dengan seksama dan sewajarnya.
3. Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakim pengadilan negeri di daerah hukumnya.
4. Untuk kepentingan negara dan keadilan, Pengadilan Tinggi dapat memberi peringatan teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu kepada Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya.
Wewenang Pengadilan Tingkat Kedua adalah :
1. Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.
2. Berwenang untuk memerintahkan pengiriman berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk diteliti dan memberi penilaian tentang kecakapan dan kerajinan para hakim
3. Kasasi oleh Mahkamah Agung
Mahkamah Agung, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004. sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985, adalah pemegang Pengadilan Negeri Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Mahkamah Agung berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia atau di lain tempat yang ditetapkan oleh Presiden.
Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, dan beberapa orang Ketua Muda. Tiap-tiap bidang dipimpin oleh seorang Ketua Muda yang dibantu oleh beberapa Hakim Anggota Mahkamah Agung, yaitu Hakim Agung.
Tugas atau Fungsi Mahkamah Agung adalah, sebagai berikut :
1. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.
2. Mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya.
3. Mengawasi dengan cermat semua perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan.
4. Untuk kepentingan negara dan keadilan Mahkamah Agung memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengan surat tersendiri, maupun dengan surat edaran.
Wewenang Mahkamah Agung (dalam lingkungan peradilan) adalah sebagai berikut :
1. Memeriksa dan memutus permohonan kasasi, (terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir dari semua Lingkungan Peradilan).
2. Memeriksa dan memutus sengketa tentang kewenangan mengadili,
3. Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
4. Menguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang,
5. Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua Lingkungan Peradilan,
6. Memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan, dengan tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
7. Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan tarakhir atau putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Tugas dan kewenangan lain (di luar lingkungan peradilan) dari Mahkamah Agung, adalah:
1. Menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah daripada undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
2. Memutus dalam tingkat pertama dan terakhir, semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku,
3. Memberikan nasihat hukum kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi,
4. Bersama Pemerintah, melakukan pengawasan atas Penasihat Hukum dan Notaris,
5. Memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak kepada Lembaga Tinggi Negara yang lain.
Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung adalah membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan karena
1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang,
2. Salah menerapkan atau karena melanggar hukum yang berlaku,
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengecam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
B. Dasar Pemikiran dan Latar Belakang Perubahan UUD 1945
1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.
2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).
4. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam Undang-undang.
5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
C. Perubahan (Amandemen) UUD 1945
• Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law.
• Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti Hakim.
• Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing.
• Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
• Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara berdasarkan hukum.
• Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya (Pasal 2 UU No.2 Tahun 1984). Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama (Pasal 50 UU No.2 Tahun 1986)
B. Saran
Kami sebagai mahasiswa yang berperan dalam menyusun makalah ini mengharapkan kepada dosen/asistennya untuk memberikan saran dan kritikan yang bersifat membangun, Insya Allah kedepan kami lebih fokus dalam menyelesaikan mata kuliah guna untuk membekali generasi islam intelektual. Amin ……
DAFTAR PUSTAKA
http://image.slidesharecdn.com/perananlembagaperadilandalampelaksanaankekuasaankehakimandiindonesia-130223214301-phpapp01/95/slide-2-638.jpg?cb=1361677625, Diakses pada tanggal 16 Januari 2014.
http://gankersmekti.blogspot.com/2013/02/makalah-peranan-lembaga-lembaga.html, Diakses pada tanggal 16 Januari 2014.
Bagi sahabat yang lagi mencari makalah yang dibebankan oleh Universitas maka disiini anda bisa mendapatkannya, dengan tag pencarian "Makalah Peradilan, Peradilan Di Indonesia, Peradilan Agama di Indonesia, Sistem Peradilan, Peradilan Agama, Peradilan Negeri, Peradilan BUMN, PA, Mahkamah Kontitusi, Makalah Dakwah, Makalah Pendidikan Agama Islam, Makalah Syariah, Makalah Pendidikan Umum. dan lain-lain.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh lembaga-lembaga negara yang saling berhubungan satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan dalam mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan negara sesuai dengan kedudukan, peran, kewenangan dan tanggung jawabnya masing-masing.
Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur tentang alat perlengkapan negara (lembaga-lembaga negara), adalah dalam rangka mengadakan pembatasan kekuasaan yang dipegang oleh suatu badan untuk menuju cita-cita bangsa Indonesia.
Sebuah Negara akan terlihat damai apabila proses perjalanan peradilan yang ada dinegara tersebut berjalan sesuai dengan yang di harapkan oleh masyarakat. Peranan sebuah peradilan sangat mempengaruhi terhadap kemajuan sebuah Negara.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Peran dan fungsi peran di Indonesia setelah amandemen.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Peran dan fungsi peran di Indonesia setelah amandemen.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran Peradilan di Indonesia
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar pasca Amandemen).
Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung RI, Badan-badan peradilan lain di bawah Mahkamah Agung (Peradilan Umum, PTUN, Peradilan Militer, Peradilan Agama) serta Mahkamah Konstitusi (Pasal 24 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945).
Penyelenggaraan kekuasaan Kehakiman tersebut diserahkan kepada badan-badan peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya).(Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2))
Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya (Pasal 2 UU No.2 Tahun 1984). Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama (Pasal 50 UU No.2 Tahun 1986)
Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum kepada instansi pemerntah di daerahnya apabila diminta (Pasal 52 UU No.2 Tahun 1986). Selain menjalankan tugas pokok, pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan Undang-Undang.
1. Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Negeri dibentuk oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Mahkamah Agung yang mempunyai kekuasaan hukum pengadilan meliputi satu kabupaten/ kota. Dengan adanya perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004, maka pembentukan Pengadilan Umum beserta fungsi dan kewenangannya ada pada Mahkamah Agung.
Fungsi pengadilan Tingkat Pertama adalah memeriksa tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan dengan menyebutkan alasan-alasannya. Tugas dan wewenang pengadilan negeri adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Hal lain yang menjadi tugas dan kewenangannya, antara lain :
1. Menyatakan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan, atau penghentian tuntutan.
2. Tentang ganti kerugian dan/ atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyelidikan atau penuntutan.
3. Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada instansi pemerintah di daerahnya, apabila diminta.
4. Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita di daerah hukumnya.
5. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
6. Memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan yang dipandang perlu dengan tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
7. Melakukan pengawasan atas pekerjaan notaris di daerah hukumnya, dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung, dan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi jabatan notaris.
Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut, kecuali terhadap tindak pidana yang pemeriksaannya harus didahulukan, yaitu:
1. Korupsi,
2. Terorisme
3. Narkotika/ psikotropika
4. Pencucian uang, dan
5. Perkara tindak pidana lainnya yang ditentukan oleh undang-undang dan perkara yang terdakwanya berada di dalam Rumah Tahanan Negara.
2. Pengadilan Tingkat Kedua
Pengadilan Tingkat Kedua disebut juga Pengadilan Tinggi yang dibentuk dengan undang-undang. Daerah hukum Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi, disebut juga sebagai Pengadilan Tingkat Banding.
Fungsi Pengadilan Tingkat Kedua adalah :
1. Menjadi pemimpin bagi pengadilan-pengadilan Negeri di dalam daerah hukumnya
2. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam daerah hukum dan menjaga supaya peradilan itu diselesaikan dengan seksama dan sewajarnya.
3. Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakim pengadilan negeri di daerah hukumnya.
4. Untuk kepentingan negara dan keadilan, Pengadilan Tinggi dapat memberi peringatan teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu kepada Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya.
Wewenang Pengadilan Tingkat Kedua adalah :
1. Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.
2. Berwenang untuk memerintahkan pengiriman berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk diteliti dan memberi penilaian tentang kecakapan dan kerajinan para hakim
3. Kasasi oleh Mahkamah Agung
Mahkamah Agung, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004. sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985, adalah pemegang Pengadilan Negeri Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Mahkamah Agung berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia atau di lain tempat yang ditetapkan oleh Presiden.
Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, dan beberapa orang Ketua Muda. Tiap-tiap bidang dipimpin oleh seorang Ketua Muda yang dibantu oleh beberapa Hakim Anggota Mahkamah Agung, yaitu Hakim Agung.
Tugas atau Fungsi Mahkamah Agung adalah, sebagai berikut :
1. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.
2. Mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya.
3. Mengawasi dengan cermat semua perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan.
4. Untuk kepentingan negara dan keadilan Mahkamah Agung memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengan surat tersendiri, maupun dengan surat edaran.
Wewenang Mahkamah Agung (dalam lingkungan peradilan) adalah sebagai berikut :
1. Memeriksa dan memutus permohonan kasasi, (terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir dari semua Lingkungan Peradilan).
2. Memeriksa dan memutus sengketa tentang kewenangan mengadili,
3. Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
4. Menguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang,
5. Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua Lingkungan Peradilan,
6. Memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan, dengan tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
7. Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan tarakhir atau putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Tugas dan kewenangan lain (di luar lingkungan peradilan) dari Mahkamah Agung, adalah:
1. Menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah daripada undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
2. Memutus dalam tingkat pertama dan terakhir, semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku,
3. Memberikan nasihat hukum kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi,
4. Bersama Pemerintah, melakukan pengawasan atas Penasihat Hukum dan Notaris,
5. Memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak kepada Lembaga Tinggi Negara yang lain.
Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung adalah membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan karena
1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang,
2. Salah menerapkan atau karena melanggar hukum yang berlaku,
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengecam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
B. Dasar Pemikiran dan Latar Belakang Perubahan UUD 1945
1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.
2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).
4. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam Undang-undang.
5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
C. Perubahan (Amandemen) UUD 1945
• Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law.
• Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti Hakim.
• Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing.
• Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
• Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara berdasarkan hukum.
• Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya (Pasal 2 UU No.2 Tahun 1984). Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama (Pasal 50 UU No.2 Tahun 1986)
B. Saran
Kami sebagai mahasiswa yang berperan dalam menyusun makalah ini mengharapkan kepada dosen/asistennya untuk memberikan saran dan kritikan yang bersifat membangun, Insya Allah kedepan kami lebih fokus dalam menyelesaikan mata kuliah guna untuk membekali generasi islam intelektual. Amin ……
DAFTAR PUSTAKA
http://image.slidesharecdn.com/perananlembagaperadilandalampelaksanaankekuasaankehakimandiindonesia-130223214301-phpapp01/95/slide-2-638.jpg?cb=1361677625, Diakses pada tanggal 16 Januari 2014.
http://gankersmekti.blogspot.com/2013/02/makalah-peranan-lembaga-lembaga.html, Diakses pada tanggal 16 Januari 2014.
0 komentar:
Post a Comment