Cabang-cabang Iman
Alhamdulillah pada kesempatan kali ini masih bisa mengabgkat sebuah artikel yang mengenai Hadist Nabi Muhammad SAW tentang cabang-cabang Iman. Iman adalah percaya atau yakin terhadap apa ysaja yang di bawakan rasulllah kepada umatnya, melalui malaikat Jibrail . Dengan demikian iman adalah percaya kepada Allah SWT, yaitu pencipta alam semesta.Hadits ke-9 Shahih Bukhari yang akan kita kaji ini cukup singkat, tetapi menjelaskan hal yang sangat penting. Bahwa iman memiliki cabang-cabang yang banyak, yang jumlahnya disebutkan dalam hadits ini disertai penegasan bahwa malu adalah salah satu cabang iman. Karenanya Bersama Dakwah memberi judul untuk pembahasan hadits ke-9 ini "Cabang-cabang Iman".
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ » .
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda, "Iman mempunyai lebih dari enam puluh cabang. Dan malu adalah salah satu cabang dari iman."
Penjelasan Hadits
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً
Banyak ulama yang menjelaskan definisi bidh'un (بِضْعٌ). Al-Qazzaz mengartikannya bilangan antara tiga sampai sembilan. Ibnu Saidah mengartikannya tiga sampai sepuluh. Ada pula yang mengatakan satu sampai sembilan, dua sampai sepuluh, atau empat sampai sembilan. Yang paling banyak dipakai oleh para mufassir adalah pendapat Al-Qazzaz sebagaimana mereka menafsirkan kata yang sama pada QS. Yusuf ayat 42.
Kata syu'bah (شُعْبَةً) artinya adalah potongan. Pada hadits ini arti yang lebih tepat adalah cabang atau bagian.
Jadi, iman itu memiliki banyak cabang, sejumlah 63 sampai 69 cabang. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, banyak orang yang telah mencoba merumuskan cabang-cabang iman itu, tetapi yang paling mendekati kebenaran adalah rumusan Ibnu Hibban. Ibnu Hibban merinci cabang iman menjadi 69 cabang sebagai berikut:
1. Perbuatan hati yang terdiri dari 24 cabang keimanan.
Yaitu iman kepada dzat, sifat, keesaan dan kekekalan Allah, iman kepada malaikat, kitab-kitab, Rasul, qafha dan qadar, hari Akhir, alam kubur, hari kebangkitan, dikumpulkannya semua orang di padang mahsyar, hari perhitungan, perhitungan pahala dan dosa, surga dan neraka. Kemudian kecintaan kepada Allah, kecintaan kepada sesama, kecintaan kepada Nabi, keyakinan akan kebesarannya, shalawat kepada Nabi dan melaksanakan sunnah. Keikhlasan yang mencakup meninggalkan riba dan kemunafikan, taubat, rasa takut, harapan, syukur, amanah, sabar, ridha terhadap qadha, tawakkal, rahmah, kerendahan hati, meninggalkan kesombongan, iri, dengki, dan amarah.
2. Perbuatan lisan yang terdiri dari 7 cabang keimanan.
Yaitu melafakan tauhid, membaca Al-Qur'an, mempelajari ilmu, mengajarkan ilmu, doa, dzikir, istighfar, dan menjauhi perkataan-perkataan yang tidak bermanfaat.
3. Perbuatan jasmani yang terdiri dari 38 cabang keimanan.
Terkait dengan badan, ada 15 cabang, yaitu bersuci dan menjauhi segala hal yang najis, menutup aurat, shalat wajib dan sunnah, zakat, membebaskan budak, dermawan, puasa wajib dan sunnah, haji dan umrah, thawaf, i'tikaf, mencari lailatul qadar, mempertahankan agama seperti hijrah dari daerah syirik, melaksanakan nadzar dan melaksanakan kafarat.
Terkait dengan orang lain, ada 6 cabang, yaitu iffah (menjaga kesucian diri) dengan menikah, menunaikan hak anak dan keluarga, berbakti kepada kedua orang tua, mendidik anak, silaturahim, taat kepada pemimpin dan berlemah lembut kepada pembantu.
Terkait dengan kemaslahatan umum, ada 17 cabang, yaitu berlaku adil dalam memimpin, mengikuti kelompok mayoritas, taat kepada pemimpin, mengadakan ishlah seperti memerangi para pembangkang agama, membantu dalam kebaikan seperti amar ma'ruf dan nahi munkar, melaksanakan hukum Allah, jihad, amanah dalam denda dan hutang serta melaksanakan kewajiban hidup bertetangga. Kemudian menjaga perangai dan budi pekerti yang baik dalam berinteraksi dengan sesama seperti mengumpulkan harta di jalan yang halal, menginfakkan sebagian hartanya, menjauhi foya-foya dan menghambur-hamburkan harta, menjawab salam, mendoakan orang yang bersin, tidak menyakiti orang lain, serius dan tidak suka main-main, serta menyingkirkan duri di jalanan.
وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
Secara bahasa al-hayaa' (الْحَيَاءُ) adalah perubahan yang ada pada diri seseorang karena takut melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan aib. Sedangkan secara terminologi, berarti perangai yang mendorong untuk menjauhi sesuatu yang buruk dan mencegah untuk tidak memberikan suatu hak kepada pemiliknya.
Disebutkannya malu secara khusus dalam hadits ini adalah karena sifat malu adalah motivator yang akan memunculkan cabang iman yang lain, sebab dengan malu seseorang merasa takut melakukan perbuatan yang buruk di dunia dan akhirat sehingga malu bisa berfungsi untuk memerintah dan menghindari atau mencegah. Demikian dijelaskan Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Baari.
Dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, bisa dilihat betapa sifat malu ini memang luar biasa sehingga ia tidak menghiasi siapapun kecuali dengan kebaikan.
الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ
Pelajaran Hadits:
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Iman memiliki cabang yang banyak. Dalam hadits di atas disebutkan lebih dari 60 cabang. Ini menegaskan bahwa iman bukan hanya pernyataan secara lisan semata. Sekaligus mendorong kita untuk mengejar kesempurnaan iman dengan memenuhi cabang-cabangnya.
2. Salah satu cabang iman yang istimewa adalah malu. Karena dengan sifat malu, seseorang bisa terjaga dari perbuatan buruk dan hina yang bisa merendahkannya di hadapan Allah kemudian di hadapan manusia.
Demikian hadits ke-9 Shahih Bukhari dan penjelasannya, semoga bermanfaat untuk menambah pemahaman Islam kita, mengingatkan keimanan kita, serta memotivasi kita memenuhi cabang-cabangnya. Wallaahu a'lam bish shawab. [Sumber]
0 komentar:
Post a Comment