Nice

  • Latest News

    Tuesday, May 28, 2013

    Etika Komunikasi Massa | Makalah Dakwah

    BAB I
    PENDAHULUAN

    Etika Komunikasi Massa | Makalah Dakwah
    Berbicara tentang etika komunikasi massa tergolong unik bila dibandingkan dengan etika kedokteran. Bila seorang dokter melakukan mal praktik, maka yang menjadi korban hanya pasien tersebut. Tuntutan (complain) yang datang hanya dari pihak keluarga pasien. Lain halnya komunikator dalam komunikasi massa yang melanggar kode etik pers atau kode etik siaran, yang menjadi korban dampak negative dan yang akan melakukan tuntutan pun sekelompok atau sejumlah massa yang merasa geram terhadap pelanggaran etika komunikasi massa.

    Berbagai pelanggaran etika komunikasi dalam media cetak (surat atau majalah) dan media elektronik (radio siaran, TV, dan media online/internet), seperti pemuatan atau tayangan berita yang bersifat sadisme, tidak wajar atau melanggar SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan), akan menimbulkan cercaan dan unjuk rasa dari sekelompok orang atau massa.

    Pada era reformasi, di mana setiap orang dapat dengan mudah menerbitkan surat kabar atau majalah dan mendirikan stasiun telivisi atau radio siaran, etika perlu lebih ditekankan kepada para pengelola dan wartawan media itu. Para penulis, terutama para wartawan, penyiar radio, televise, sutradara film dan para pelakunya, serta pembuat atau pelaku iklan, mutlak tunduk pada aturan yang berlaku, sehingga mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan aman. Dengan demikian mereka juga akan berhasil menjalankan misi dan fungsinya. Pelanggaran terhadap etika akan menghambat kelancaran tugas mereka dan akan menggagalkan misi dan fungsi di tengan masyarakat.

    BAB II
    PEMBAHASAN

    ETIKA KOMUNIKASI MASSA

    Sobur (2001) menyebutkan etika pers (etika komunikasi massa) adalah filsafat yang berkenaan dengan kewajiban-kewajiban pers dan tentang penilaian pers yang baik dan pers yang buruk atau pers yang benar atau pers yang salah. Dengan kata lain, etika pers adalah ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku pers atau apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Etika pers mempersalahkan bagaimana seharusnya pers itu dilaksanakan agar dapat memenuhi fungsinya dengan baik.

    Lebih jauh Sobur (2001) mengemukakan etiak pers adalah kesadaran moral. Kesadaran moral pers adalah pengetahuan tentang baik dan buruk, benar dan salah, tepat dan tidak tepat, bagi orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers, bahwa harus ada etiaka dalam pergaulan hidup, baik dan tersurat maupun yang tersirat, tidak ada orang yang memperdebatkannya. Di dalam kehidupan pers pun dirasakan perlua adanya norma-norma etika tertentu, sebagaimana halnya dalam bidang profesi lain. Selain itu, tentu saja diperlukan adanya jiwa pengabdian serta persiapan tehnis dan mental bagi pelaksanaan satu profesi.
    Berkenaan dengan etika komunikasi massa, ada beberapa poin penting yang berkaitan dengan etika seperti yang dikemukakan oleh Shoemaker dan Reese dalam Murdin (2003), yakni: (a). Tanggung jawab, (b). Kebebasan pers. (c). masalah etis, (d). Ketetapan dan objek aktivitas, (e). tindakan adil untuk semua orang.

    A. Tanggung Jawab

    Jurnalis atau orang yang terlibat dalam komunikasi massa harus memulai tanggung jawaab dalam memberitakan sesuatu, apa yang diberitakan oleh media massa harus bisa di pertanggungjawabkan. Jadi jurnalis tidak sekedar menyiarkan informasi tanpa bertanggungjawab akn dampak yang ditimbulkannya. Tanggung jawab ini bisa pada Tuhan, masyarakat, profesi atau dirinya masing-masing.
    Tanggung jawab tentunya mempunyai dampak positif. Dampak negative yang tersasa adalah media massa akan berhati-hati untuk menyiarkan dan menyebarkan informasi. Media tidak bisa seenaknya memberikan informasi atau mengarang cerita agar medianya laris di pasaran. Jurnalis adalah profesi yang dituntut untuk mempertanggung jawab terhadap apa yang dikemukakan.

    B. Kebebasan Pers

    Tanggung jawab tersebut tidak berarti media tidak boleh memiliki kebebasan, tidak berarti pula pengekangan. Kebebasan pers ini juga mutlak dipunyai media massa. Dengan kata lain, kebebasan dan tanggung jawab sama-sama penting. Oleh karena itu, kita sering mendengar istilah kebebasan yang bertanggung jawab. Semua orang, termasuk jurnalis boleh bebas, tetapi bebas di sini harus bisa dipertanggungjawabkan dan bukan sebebas-bebasnya.

    Kebebasan tetaplah penting, hanya kebebasanlah berbagai informasi bisa disampaikan kepada masyarakat. Media massa yang tidak punya kebebasan dalam menyiarkan beritanya , ibarat sudah kehilangan sifat dasarnya. Bagaimana munkin ia akan bisa memberitakan “kebobrokan” di kalangan masyarakat tanpa ada kebebasan yang dipunyai pers untuk mengungkapkan dan menyiarkannya?
    Jadi kebebasan pers adalah penting dalam kehidupan pers, tetapi kebebasan pers akan bermakna apabila disertai tanggung jawab. Dengan kata lain, pers tidak bebas sebebas-bebasnya, tetapi kebebasan itu harus bisa dipertanggung jawabkan, yang bisa dikenal dengan istilah kebebasan yang bisa dipertanggung jawab.

    C. Masalah Etis

    Masalah etis disini artinya jurnalis itu harus bebas dari kepentingan. Ia mengabdi pada kepentingan umum. Meskipun mengabdi pada kepentingan umum, pers tidak bisa lepas dari kepentingan. Yang bisa dilakukan adalah menekan kepentingan tersebut, sebab tidak ada ukuran pasti seberapa jauh kepentingan terlambat-lambat dalam pers. untuk lebih jelasnya ada bebrapa ukuran normative yang bisa dijadikan peganagan:

    Pertama, hadiah, perlakuan istimewa, biaya perjalanan mengelahi kerja jurnalis. Oleh karena itu, seorang jurnalis harus benai menolaknya. Tanpa kemampuan tersebut kerja jurnalis akan direndahkan. Disamping akan mempengaruhi kerja wartawan, di mata nara sumber berita, profesionalisme wartawan sudah jatuh.

    Kedua, keterlibatandalam politik, melayani organisasi masyarakat tertentu, menjadikan profesi wartawan sebagai pekerjaan sambilan perlu dihindari. Keterlibatan dalam politik akan memunculkan comflic of interest (komplik kepentingan) pada diri wartawan yang bersangkutan. Orang yang bergabung pada politik tertentu, tidak akan bisa memberitakan kebobrokan dan kecurangan partainya. Apalagi, wartawan atau media massa hanya melayani kepentingan sekelompok orang atau organisasi tertentu.

    Ketiga, tidak menyiarkan sumber berita individu jika tak mempunyai nilai berita (news volue). Poin ini mengharuskan wartawan untuk mempertimbangkan apakah seseorang itu memang mempunyai nilai berita atau tidak. Wartawan yang tidak bertanggung jawab terhadap profesinya cenderung memberitakan sumber berita karena hubungan dekat dengannya.

    Keempat, wartawan akan mencari berita yang memang benar-benar melayani kepentingan public.

    Kelima, wartawan melaksanakan kode etik wartawan untuk melindungi rahasia sumber berita. Bilamana sumber tidak ingin di sebut namanya, wartawan harus melindungi namanya.

    Keenam, plagiatisme harus dihindari karena merupakan aib bagi dunia kewartawanan. Plagiatisme salah satu bentuk kecurangan yang harus dihindari, misalnya mengutip sebuah ulisan media lain dengan tidak menyebutkan sumbernya, atau memakai foto media lain dengan tidak menyebutkan sumber fotonya, ataumengakui foto oranglain sebagai miliknya.

    D. Ketepatan dan Objektivitas

    Pertama, kebenaran adalah tujuan utama, orientasi berita yang berdasarkan kebenaran harus menjadi pegangan pokok setiap wartawan. Apa yang ditulis berdasarkan fakta-fakta di lapangan, bukan opini atau interpretasi wartawan sendiri. Wartawan tidak bisa menambahi opini seenaknya yang justru akan mengaburkan kebenaran peristiwa yang terjadi. Memberitakan kebohongan berarti mengingkari etika dalam komunikasi massa.

    Kedua, objektivitas dalam pelaporan ebrita bertujuan untuk membuktikan profesionalisme wartawan dalam melayani public. Objek di sini juga berarti seorang wartawan tidak berat sebelah dalam meliputnya. Jika meliput dua perselisihan yang berbeda, prinsip cover bath side (meliputi dua sisi yang berbeda secara seimbang) harus dilakukan. Bahkan liputan itu juga tidak sekedar cover bath side, tetapi juga adil.

    Ketiga, tiada maaf bagi wartawan jika melakukan ketidakakuratan, kesembronoaan dalam penulisan dan peliputan beritanya. Dalam hal ini, wartawan di tuntut cermat di dalam proses peliputan, misalnya dalam menulis berita yang belum diketahui dengan pasti, tanpa ada usaha check dan recheck terlebih dahulu
    .
    Keempat, headline (berita utama) yang dimunculkan, harus benar-benar sesuai dengan isi yang dibeitakan. Bahkan foto yang dimunculkan pun harus benar-benar menggambarkan peristiwa yang terjadi atau sesuai dengan berita yang disajikan. Judul-judul berita harus sesuai dengan isinya. Sebab tidak sedikit media cetak yang membuat judul terlalu bombatis sehingga tidak menggambarkan kesesuaian dengan isinya.

    Kelima, bagi penyiar radio siaran atau reporter televise harus bisa membedakan dan menekankan dalam ucapannya, mana laporan berita dan mana opini dirinya. Laporan berita harus bebas dari opini atau bisa merepresentasikan semua sisi peristiwa yang dilaporkan.

    Keenam, editorial (tajuk rencana) yang partisan dianggap melanggar profesionalisme atau semangat kewartawanan. Editorial yang dibuat bersifat subjektif, karenaq mempresentasikan kepentingan media yang bersangkutan dan ditekankan untuk “membela” satu golongan dan memojokkan golongan yang lain.
    Ketujuh, artikel kuhsus atau semua bentuk penyajian yang isinya berupa pembelaan atau kesimpulan sendiri penulis, harus menyebutkan identitas penulis. Sebab, apa yang terjadi pada opini dalam artikel itu merupakan tanggung jawab penulisnya dan bukan media massanya.

    E. Tindakan Adil Untuk Semua Orang

    Pertama, media berita harus melawan campur tangan individu dalam medianya. Artinya pihak media harus berani melawan keistimewaan yang diinginkan seorang individu dalam medianya.

    Kedua, tidak boleh menjadi "kaki tangan” pihak tertentu yagn akan mepengaruhi proses pemberitaannya. Media perlu memberitakan peristiwa secara apa adanya, tanpa ada prefensi kepentingan membela salah satu pihak.

    Ketiga, media mempunyai kewajiban membuat koneksi lengkap dan tepat jika terjadi ketidaksengajaan kesalahan yang dibuat. Media massa harus fair play terhadap kesalahan yang terjadi dan tidak menutup-nutupi. Media harus menyadari bahwa ia juga mempunyai kekurangan dan keterbatasan peralatan, dana dan sumber daya manusianya. Semua kekurangan itu sangan memungkinkan terjadinya kesalahan yang tidak disengaja.

    Keempat, wartawan bertanggung jawab atas laporan beritanya kepada public dan public pun dapat menyampaikan keberatannya pada media. Dialog dengan pembaca, pendengar, penonton sudah selayaknya dilakukan untuk membantu pengembangan media kearah yang lebih baik. Bagi media, public adalah mitra untuk mengembangkan ushanya.

    Kelima, media tidak perlu melakukan tuduhan yang bertubi-tubi pada seseorangatas keselahan tanp memberi kesempatan seseorang tertuduh itu untuk melakkukan pembelaan dan tanggapan. Jika memang orang itu bersalah, media tidak perlu terus-menerus memojokkan, apalagi melakukan trial by the press. Dan jika terjadi kesalahan, media harus memberi kesempatan kepada orang tersebut melakukan pembelaan atau tanggapannya.


    BAB III
    PENUTUP

    Etika adalah sebuah keniscayaan dalam sebuah proses, karena tanpa etika maka sebuah proses atau akan keluar dari tujuan dan fungsinya. Demikian halnya etika komunikasi massa, dengan adanya etika maka proses dalam komunikasi massa dapat sampai ketujuan. Dengan kata lainetika pers berhubungan dengan soal “keharusan” yakni upaya menemukan dan mencari hal-hal yang baik dan buruk. Pers yang etis adalah pers yang memberikan informasi dengan fakta yang benar dari berbagai sumber berita sehingga khalayak dapat melihat betapa luasnya bidang etika pers mulai dari pencarian berita, pengorganisasian data (news making process) sampai penulisan berita. Persoalan siapa yang diwawancarai, pertanyaan apa yang di ajukan, tema apa yang diambil, sudut mana yang dbidik, tidak sekedar persoalan teknis atau keahlian, tetapi juga persoalan etis.

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Etika Komunikasi Massa | Makalah Dakwah Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top