Nice

  • Latest News

    Sunday, March 24, 2013

    Dayah/Pesantren & Bahasa | Dimata Pemerintah



    Oleh: Tgk. Mahfud Muhammad

    Dayah/Pesantren & Bahasa | Dimata PemerintahSelama ini, dayah identik sebagai sebuah lembaga pendidikan yang hanya mengajarkan kitab-kitab klasik yang berasal dari tuimur tengah. Tujuan belajar didayah tidak muluk-muluk, hanya ingin memahami dan mengamalkan hukum isalam berdasarkan aqidah ahlussunnah wal jama’ah. Tentunya,  ini adalah tujuan minimal. Adapun tujuan maksimalnya (the great mission) adalah menjadi ulama sebagai pewaris para nabi yang mampu menjadi panutan dan petunjuk bagi ummat islam.
    Untuk merealisasikan tujuan tersebut, dayah menjadikan beberapa kitab utama sebagi pedoman. Secara umum,  pelajaran yang diajarkan didayah terdiri dari beberapa cabang ilmu, yakni fiqh, tauhid, tasawuf, tafsir, hadits, nahwu, saraf, musthalah, hadits, ushul fiqh, mantiq, balaghah dan tariqh.
    Oleh karena seemua materi pelajaran bersumber dari kitab-kitab arab, maka pembelajaran bahasa arab dalam dunia dayah adalah suatu kewajiban yang telah dimulai sejak pertama kali menginjakkan kakinya didayah sampai waktu yang tidak terbatas. Para santri di wajibkan menghafal dan memahami kitab-kitab tentang kawa’id. Seperti awamil, jarumiah, mutammimah,alfiah, ibnu akil, dan lain-lain. Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa rab telah begitu membumi dalm dunia dayah. Apakah ini sudah sempurna? 
    Dalam   teori pembelajaran bahasa, ada empat aspek yang menjadi kegiatan inti, yaitu; percakapan(muhadatsah/speaking), mendengar (istima’/listening), membaca (qiraah/reading), menulis (kitabah/writing).
    Metode pembelajaran bahasa arab yang diterapkan di Dayah hanya berfokus pada membaca, dan mendengar. Sangat jarang menyentuh ranah  menulis dan berbicara. Para santri hanya membaca dan mendengar saja teks-teks arab yang menjadi bahan kajian mereka, tanpa menulis dan berkomunikasi dengan bahasa arab itu sendiri. Apa implikasi dari hal ini ?
    Disatu sisi, dayah memiliki keunggulan dalam melahirkan kader ulama yang mampu membaca dan memahami ‘’kitab gundul’’ secara mendalam, kemudian menafsirnya kepada murid dan masyarakat. Hal ini dapat difahami, karena dayah memfokuskan metode pembe
    lajaran bahasa dari aspek qawa’id (grammar). Namun disisi lain, banyak santri dayah yang kurang mahir menulis tulisan arab dan berbicara dalam bahasa arab. Hal ini adalah salah satu implikasi dari ‘’keringnya’’ proses pembelajaran bahasa dari kitabah dan muhadatsah.
    Akibat lain dari ‘’kekeringan’’ ini adalah orientasi menuntut ilmu di dayah tidak mencapai taraf melahirkan kitab-kitab ilmiah. Hal ini berbeda dengan ulama-ulama klasik. Setelah mnuntut ilmu sekian lama, mereka menuangkan hasil pemikirannya dalam lembaran-lembaran kertas yang ditulis dalam bahasa Arab, sebagai salah satu amal jariyah yang tidak terputus pahalanya.
    Modal utama mereka adalah ilmu dan keikhlasan. Karena keikhlasanlah, kitab-kitab mereka bertahan sampai berabad-abad lamanya. Mereka menulis bukan sebagai media.


    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Dayah/Pesantren & Bahasa | Dimata Pemerintah Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top